Jelang PIN Polio, Dinkes Malut Pastikan Vaksin Polio Aman Untuk Anak
dr. Idhar Sidi Umar, M.Kes, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Utara.
TERNATE, JH- Kasus Polio di Indonesia kembali mencuat, hal tersebut ditengarai dari munculnya 11 kasus polio di Indonesia sepanjang tahun 2022 sampai pada tahun 2024. Menurut data dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, sebaran kasus polio mencakup 7 provinsi dan 11 kabupaten atau kota di Indonesia. Sementara itu sepanjang tahun 2021 sampai 2023, sebanyak 32 provinsi dan 399 kabupaten atau kota di Indonesia masuk dalam kategori berisiko tinggi polio, khususnya polio tipe 2.
Tingginya resiko terdampak polio mengakibatkan kementrian kesehatan menetapkan polio sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) di Indonesia. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Utara, dr. Idhar Sidi Umar, M.Kes menjelaskan, kasus polio bukan merupakan kasus yang baru. Dia mengaku bahwa imunisasi polio sebelumnya sudah rutin dilaksanakan.
“Imunisasi (Polio) inikan sudah rutin dilaksanakan, hanya saja ada temuan kasus yang muncul di beberapa daerah, maka World Health Organization (WHO) menganjurkan agar negara-negara tertentu terutama Indonesia yang juga beresiko tinggi polio untuk dilakukan pekan imunisasi,” Jelasnya saat diwawancarai usai kegiatan Pelaksanaan Advokasi dan Sosialisasi Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Imunisasi IPV-2 di Jati Hotel, Kota Ternate pada selasa 9 juli 2024 lalu.
Polio adalah penyakit yang disebabkan oleh virus polio, penyakit polio bisa saja menyerang anak di usia berapapun, terutama pada anak yang usianya dibawah 5 tahun, apalagi jika anak tersebut belum mendapatkan imunisasi polio secara lengkap. Oleh karena itu, dr. Idhar berharap agar adanya partisipasi aktif dari orang tua dalam pelaksanaan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio yang akan dilakukan pada tanggal 23 juli 2024 nanti.
Ilustrasi Vaksin Polio (Foto: Istimewa).
Lebih lanjut dr.Idhar memaparkan, dampak yang terjadi ketika seorang anak terinfeksi polio adalah akan terjadi kelumpuan karena pelemahan otot.
“Kalau sudah terjadi nanti baru menyesal, buat apa menyesalkan kalau anak-anak kita sudah cacat? Mau kasih kembali juga sudah tidak bisa,” ujarnya.
Terpisah dr. Rosita Alkatiri, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Utara menjelaskan, penyakit polio adalah penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh virus polio. Menurutnya virus ini menyerang sistem saraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian.
“Jadi virus polio masuk ke dalam tubuh melalui mulut, bersumber dari air atau makanan yang telah terkontaminasi dengan kotoran atau tinja dari orang yang terinfeksi virus polio. Selanjutnya virus akan berkembangbiak di dalam saluran pencernaan,” terangnya saat diwawancarai via Whatsapp pada Jumat 12 Juli 2024 kemarin.
Gejala awal polio menurut dr. Rosita yakni berupa demam, kelelahan, sakit kepala, muntah, kekakuan pada leher, serta nyeri pada tungkai.
“Gejala biasanya muncul 7-10 hari setelah terinfeksi, selanjutnya juga gejala memberat dapat terjadi kelumpuhan yang bersifat lemas pada anggota gerak,” ujarnya.
Lebih lanjut, dr. Rosita menambahkan, Tidak ada obat untuk polio. Menurutnya polio hanya dapat dicegah.
“Polio hanya dapat dicegah dengan imunisasi polio tetes dan polio suntik lengkap, serta sanitasi lingkungan yg baik sebab risiko polio semakin besar jika kondisi Sanitasi yang tidak baik seperti perilaku buang air besar sembarangan (BABS).” Tutupnya.
Ilustrasi Penderita Polio (Foto: Istimewa).
Selain itu, terkait Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), dr. Nani Harmaeni, Ketua Komisi Daerah (Komda) KIPI Maluku Utara, mengaku bahwa sampai saat ini belum ada laporan tentang KIPI di Maluku Utara.
“Jadi selama ini belum ada laporan terkait reaksi setelah divaksin, jadi jarang terjadi. Tetapi kejadian seperti itu bisa saja terjadi,”
Lanjutnya dr. Nani menambahkan, dalam aturan setiap proses pelaksanaan vaksin harus dilakukan skrining terlebih dahulu, hal tersebut agar dapat mengetahui kondisi orang yang akan divaksin sebelum proses vaksin dilaksanakan.
“Syarat pertama dalam melakukan vaksin adalah orang tersebut tidak boleh sakit. Artinya sebelum proses vaksin harus dipastikan bahwa orang tersebut tidak demam, tidak batuk dan lain sebagainya.”
dr. Nani juga menambahkan, tujuan dari dilakukannnya skrining terlebih dahulu agar tidak adanya efek samping yang timbul pasca vaksin.
“Tujuannya agar apabila terjadi efek samping misalnya seorang anak mengalami panas, ya kita tidak tau apakah panas tersebut disebabkan karena vaksin atau sudah panas sebelum divaksin.”
Namun, dr. Nani mengaku, sekalipun vaksin polio tetes (nOPV2) dan vaksin polio suntik (IPV) tidak memiliki dampak negatif atau efek samping yang berbahaya, vaksin polio tetap tidak bisa digunakan untuk anak yang memiliki riwayat penyakit keras.
“Kalau umpanya riwayat penyakitanya (Penerima vaksin) mempengaruhi vaksin ini (Vaksin Polio) ya kita tidak boleh kasih,” ujar dr Nani dalam kegiatan Pelaksanaan Advokasi dan Sosialisasi Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Imunisasi IPV-2 di Aula Hotel Jati, Kota Ternate pada Rabu 10 Juli 2024.
Selanjutnya dr. Nani juga menambahkan, riwayat penyakit keras pada anak yang dimaksud adalah penyakit HIV/AIDS, hal tersebut dikarenakan penderita HIV/AIDS akan memiliki daya tahan tubuh yang lemah dan tidak mampu melawan vaksin polio.
“Untuk anak dengan riwayat penyakit keras seperti HIV/AIDS tidak bisa divaksin polio, hal ini karena penderita HIV/AIDS memiliki daya tahun tubuh yang lemah,” Pungkasnya.
Pertemuan Pelaksanaan Advokasi dan Sosialisasi Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Imunisasi IPV-2 di Jati Hotel Kota Ternate pada Selasa (9/7/2024).
Sekedar catatan, sebaran sararan dan jumlah dosis yang ditargetkan pada PIN Polio dengan jenis vaksin nOPV2 adalah sebagai berikut, di Halmahera Barat 15.238 sasaran dan 44.700 dosis. Halmahera Tengah sasaran 9.227 dan jumlah dosisi 24.000. Halmahera Utara sasaran 29.961 dan jumlah dosisi 75.500. Halmahera Selatan sasaran 32.617 dan jumlah dosis 94.200. Kepulauan Sula sasaran 11.744 dan jumlah dosisi 39.500. Halmahera Timur sasaran 11.799 dan jumlah dosis 37.000. Pulau Morotai sasaran 10.461 dan jumlah dosisi 34.900. Pulau Taliabu sasaran 8.124 dan jumlah dosisi 24.100. Kota Ternate sasaran 26.266 dan jumlah dosis 76.000, sementara Kota Tidore Kepulauan sasaran 12.950 dan jumlah dosis 39.400 (Red*).